Minggu, 20 Februari 2022

PINTA KU

Oleh: Annisaturahmi 
 
Aku anak yang dipanggil spesial 
Tetapi kadang kala dianggap tidak spesial 
 
Aku miliki beribu memori 
Yang hanya bisa  ku simpan dalam diri 
 
Ayah Bunda 
Bukan maksudku untuk tak mengiyakan semua perintahmu 
Kakak 
Bukan maksudku tak mendengarkan semua ceritamu 
Adik 
Bukan inginku untuk tak menghiraukan keinginanmu 
Saudaraku 
Tak ada upayaku untuk merenggut segala perhatian 
 
Bila kau tahu 
Terlalu banyak yang aku lihat 
Terlalu banyak yang aku dengar 
Terlalu banyak kebisingan yang aku rasakan 
 
Jujur 
Aku pun tak pinta dilahirkan dengan seperti ini pada Tuhan 
Tak ada pintaku untuk dispesialkan 
Jika waktu mengizinkan 
Aku ingin kali seperti anak lainnya 
Aku siap untuk dilahirkan kembali seperti anak yang dianggap sempurna 
Anak yang kau idamkan 
Anak yang kau dambakan 
Seperti 
Anak yang tatkala kau lihat, kau berkata “Ahh.. Lucunya” 
Yang lalu dalam hatimu berkata 
“Andai anak kita seperti itu” 
 
Aku sering bercengkerama pada Tuhan 
Ku pinta 
Tuhan. 
Tolong ubah aku, kemudian Tuhan memberi senyumnya padaku 
Senyuman yang memiliki arti tersirat 
 
Aku lihat Ayah Bunda sering adu mulut oleh sebab perilakuku 
Aku dengar Ayah Bunda sering saling tinggi nada karena aku 
Aku lihat Ayah Bunda sering menangis karena aku 
Aku lihat Ayah Bunda sering memarahi Kakak Adik sebagai pelampiasan dariku 
Aku perhatikan Ayah Bunda menghempaskan kerasnya hidup demi aku 
 
Oh ya 
Ayah Bunda 
Maaf jika aku sulit kendalikan emosiku 
Maaf, jika tawaku saja menjadi sebuah kebisingan olehmu 
Aku mencoba untuk hentikan, Tak bisa 
Aku mencoba untuk menjadi lebih baik 
Aku juga coba untuk menjadi yg kau harapkan 
Tapi, 
Benar-benar aku tetap saja tak bisa 
 
Yah, Bunda. Aku spesial kata orang-orang 
Maka itu, pintaku Ayah Bunda cukup jadikanku juga spesial di hati 
 
Yah, Bunda 
Ku minta maaf 
Tidak bisa menjadi harapanmu 
Namun, aku berusaha menyenangkan hatimu 
Jika Tuhan selalu izinkan aku 
Untuk tetap menari di dunia ini.

Kamis, 20 Agustus 2020

Apa Arti Merdeka Nan Sesungguhnya ?

"Merdeka !!!"

(foto diambil saat Pelaksanaan Upacara Kemerdekaan RI Ke-75 tahun di Dusun Nerlang, Kec. Tebing Tinggi Timur, Kab. Kepulauan Meranti, Riau) 

Sebuah Fakta: Masyarakat Dusun Nerlang baru pertama kali mengikuti upacara. Ini termasuk miris atau sudah hal biasa di negri ini ?

MERDEKA!!! 
Seruan para pahlawan saat Indonesia telah sah mendapatkan dirinya.

Apa makna "merdeka" nan sesungguhnya ? Diri ini masih selalu bertanya-tanya. 
Negeri ini telah merdeka 75 tahun lamanya, tetapi carut marut masih dimana-mana. Rakyat tak suka dengan wakilnya. Ada wakilnya yang tak ingin dengar suara rakyatnya. Ehh. Sebentar. Tidak ingin dengar suara rakyatnya, tetapi menginginkan suara bulat dari rakyatnya.
Negeri ini t'lah merdeka 75 tahun lamanya. Pendidikannya digembor-gembor. Ganti kurikulum ini. Ganti kurikulum itu. Guru-gurunya pun diganti-ganti. Tak salah dengan ini, jika niatnya memang untuk memajukan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

Negeri ini merdeka 75 tahun lamanya. Kekayaannya menjadi rebutan pihak sini pihak situ.

Negeri ini merdeka 75 tahun lamanya. Penduduknya memakai baju mewah, tapi pengiriman tetangga sebelah.

75 tahun merdekanya. Gedung-gedung sekolahnya warna-warni. Beragam warnanya beragam pula bentuknya. Ada yang kokoh ada pula yang roboh.

Merdekanya 75 tahun. Hidupnya semua telah berkendara. 

Merdekanya t'lah 75 tahun.
Terakhir ini, pengingat saja.

-Annisaturahmi-
20 Agustus 2020

Sabtu, 01 Agustus 2020

"Gak mau jadi guru !"(Sebuah curhatan seorang guru yang dulunya tak bercita-cita menjadi guru)

"Gak mau jadi guru!"
Saat SD berkata seperti ini ketika membantah pernyataan seorang kakek yang tidak aku kenali. Beliau tiba-tiba sok meramal jika dewasa kelak aku akan menjadi seorang GURU.

"Gak mau jadi guru!"
Saat SMP berkata seperti ini, tapi aku selalu mengajarkan anak tetangga. Kalau mereka ada Pekerjaan Rumah (PR) selalu datang kepadaku. Malahan terkadang meski tiada tugas, tetap ingin belajar denganku. Oh ya. Aku cita-citanya saat itu ingin menjadi seorang POLWAN.

"Gak mau jadi guru!"
Saat SMA, semakin mantap bercita-cita untuk menjadi seorang POLWAN, tapi banyak kendala menuju ke sana. Semasa SMA, sering kali berlagak menjadi seorang guru menjelaskan beberapa materi akademik dan ekstra kurikuler kala itu kepada teman-teman.

"Gak mau jadi guru!"
Ehh. Pas mau lulus SMA karena sadar untuk menjadi POLWAN membutuhkan biaya yang cukup besar. Cita-cita itu diurungkan. Aku melanjutkan kuliah.

"Gak mau jadi guru!"
Nyatanya aku masuk ke Fakultas Keguruan di salah satu Universitas Negeri di Provinsi Riau. Universitas Riau namanya. Aku masuk ke Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang.

"Gak mau jadi guru!"
Karena bahasa Jepang, peluang utk menjadi guru bisa saja aku hindari. Jurusan ini bisa kerja tidak hanya menjadi guru. 
"Yeah. Aku tidak akan menjadi guru", pikirku.

"Gak mau jadi guru!"
Saat kuliah aku begitu aktif di organisasi, ehhh ujung-ujungnya aku dimasukkan ke Bagian Pendidikan, selalu. Apa-apa berhubungan pendidikan dan itu mengajar. Ya jadi guru. Kementerian Pendidikan, aksi pendidikan, komunitas mahasiswa peduli pendidikan, Satori (Himpunan Mahasiswa Bahas Jepang UNRI) mengajar. Apapun yang berhubungan dengan pendidikan. Kala itu pengabdian ke desa-desa terpencil di Riau untuk mengajar acap kali dilakukan. Mengurusi permasalahan guru honorer, sekolah marginal, dan sejenisnya selalu aku gawangi bersama teman-teman. Pokoknya semua berhubungan dengan pendidikan. Aku selalu bertanggungjawab atas itu.

"Gak mau jadi guru!"
Ketika praktik mengajar alias PPL di sebuah sekolah, gaya aku sudah berubah seperti guru profesional. Mengajar siswa, memotivasi siswa, sejenisnya.

"Gak mau jadi guru!"
Saat lulus, ehhh langsung jadi guru karena dapat tawaran. Karena saat menjadi mahasiswa aktif di bidang mengajar dan pendidikan, jadi microteaching/peer teaching sejenisnya, insyaAllah walhamdalah aku bisa.

Malahan saat aku mengikuti pelatihan yang pesertanya para guru-guru di Provinsi Jawa Barat, aku dipuji oleh mentor karena teknik mengajarku baik sekali padahal di usia yang masih muda. Senangnya.
Saat itu aku berpikir, "Sepertinya aku berbakat jadi guru deh!" 🤣

"Gak mau jadi guru!" 
Pemikiran itu datang lagi, aku resign dari sekolah yang telah memberiku tawaran dan hijrah ke Jakarta. Ehhh. Di perusahaan di Jakarta itu aku tetap menjadi guru. Panggilan "Sensei" (guru dalam bahasa Jepang) melekat selalu padaku.

"Gak mau jadi guru!" 
Tak lama, aku resign. Berniat untuk berangkat ke Jepang guna bekerja, tapi Tuhan berkata lain. Aku gagal di bagian tes kesehatan. (Kala itu banyak yang kaget, karena di antara sesama, aku yg paling kuat katanya. Naik gunung, trip, etc)

Kalau Tuhan tidak mengizinkan, ya bagaimana lagi ya. Gagal ke Jepang. Aku kembali ke Riau, tepatnya Pekanbaru. 
"Masih tidak mau jadi guru?"
Iya.

Aku bekerja menjadi seorang tukang kopi yang disapa dengan sebutan "barista". Ehh. Lambat laun ada keinginan untuk kembali mengajar, entah kenapa. Akhirnya aku menerima murid les privat. Tak berapa lama ada tawaran mengajar di salah satu sekolah di Kota Pekanbaru. Langsung terima ? Tentu tidak.

Aku tolak karena aku takut tidak kerasan. Sembari jadi tukang kopi dan mengajar les privat, tawaran sekolah datang lagi. Entah mengapa, yang satu ini aku terima saja. Seperti hati ini terketuk untuk memulai kembali mengajar di sekolah formal lagi.

Di saat itu aku berbincang dengan diriku sendiri, "Sudahlah ! Selesaikan pencarianmu ! Mungkin saja engkau memang ditakdirkan utk menjadi seorang pendidik !"

Hingga kini, rutinitas itu aku jalani.
Panggilan "Sensei" melekat sekali padaku. Murid-murid yang dulu aku tinggalkan (karena pindah kerja) selalu berinteraksi denganku. Entah kenapa itu selalu menjadi obat penyegar dikala aku drop hati dan pikirannya.

"Gak mau jadi guru!"
Pernyataan yang selalu aku ucapkan, tapi Allah membantahnya. ALLAH selalu berkata lain. Terkadang hal yang kita benci atau kita hindari akan menjadi bagian dari hidup kita.

Aku yang bandel ini, tidak pernah sadar akan jalan Allah SWT. Berulang kali ia beri aku kode, namun aku tiada sadar. Akan tetapi, ia Maha Pengasih, tidak pernah meninggalkanku dan mengembalikan lagi padaku.

Kedepannya apakah pernyataan itu akan kembali muncul? Entahlah. Akan tetapi, kini aku ber-Basmallah untuk memilih jalan ini. Aku tahu jadi guru tidak mudah. Jalan amal yang katanya akan selalu mengalir meski ragaku tak bernyawa lagi. Basmallah di jalan pengabdian ini. Allah, telah memberikanku kisah. Kisah indah bertemu para penerus bangsa, negara, dan agama.

"KINI. AKU, BANGGA MENJADI SEORANG GURU!"

-Annisaturahmi-

Jumat, 27 Desember 2019

Terbilang Dua Puluh Lima

Hi aku nan seperempat abad.
Sulitnya hidup di Indonesia dengan usia terbilang dua puluh lima. Iya. Di usia tersebut barangkali tidak semua orang dapat mengetahui yangmana hidup nan pantas dan layak untuknya. Realita di usia dua puluh lima disebagian orang tentu tak akan sama.

Setiap pagi, masih bangun lalu berpikir:
“What am I gonna do with my life?
Is this the life I really want to pursue?”

Hal ini bisa terjadi => Saat usiamu dua puluh lima... (aku mengambil tulisan berikut ini dari sebuah akun instagram, seorang penulis AlviSyahrin)

Rasanya hidupmulah nan paling menyedihkan. Rekan-rekanmu telah menikah. Sahabatmu; karirnya melejit, usahanya sukses. Beberapa kawan melanjutkan studi ke luar negri dan prestasi lainnya, sedangkan kamu tertinggal.

Ini sudah bukan usia untuk mengeluh dan menyalahkan sekitar. Ini saatnya kamu berkontemplasi.
"Sudahkah kamu benar-benar berusaha ?"
"Sudahkah kamu mencoba ini-itu ?"
"Ataukah kamu lebih banyak duduk diam dan bersedih ?"
"Sudahkah kamu menapaki jalur yang tepat ?"
"Bagaimana kamu bisa tahu bahwa ini benar ?"
"Ataukah kamu hanya mengikuti keinginan egomu ?"

Di posisimu nan seperti ini, ada satu kebaikan terlupakan.
Waktu luang. Kesempatan menuntut ilmu. Ilmu yang tak akan mengecewakanmu yang bermanfaat untuk kelak, di dunia dan di akhirat.

Dengan menuntut ilmu disertai dengan hati yang tulus mudah-mudahan kamu akan terhindar dari...

Pernikahan yang prematur: bahagia di awal, berikutnya misskomunikasi tanpa henti, kesuksesan melenakan yang perlahan-lahan
membuat hati kosong dan gelisah, rutinitas yang kemudian menjenuhkan, kehidupan duniawi nan begitu menipu yang dapat hilang dalam sekejap mata, nan kemudian membuat bingung dan buntu.

Maka, tuntutlah imu. Ilmu yang mendekatkan kita dengan Sang Pencipta yang kemudian membuat kita memandang dunia dengan perspektif baru; belajar menerima takdir yang telah ditetapkan; berusaha bertakwa di sepanjang hidup; menimbulkan ketentraman hati; senantiasa ingat pada kampung nan kekal yaitu akhirat.

Karena hidup tak sedangkal apa yang dibanggakan orang-orang. Semua ini. Fana.

Begitulah.
Untuk bertahan, kau hanya butuh percaya diri. Tuhanmu tak akan meninggalkanmu dalam menemani perjalanan ini. Berusahalah. Semangatlah. Suksesmu ada waktunya. Berjuanglah. Restu kedua orang tua serta dukungan keluargamu mengitarimu.

Sebenarnya tak akan sulit saat kamu mengemban terbilang dua puluh lima. Hanya bagaimana kamu menghadapinya saja. Berjuanglah ! Bertakwalah ! Tawakallah !

.
.
.
Annisaturahmi

Kamis, 14 Maret 2019

Betahkah ?

Seketika gadis yang suka masuk hutan keluar hutan; berenang dan melompat di air terjun; berpanas-panasan di pantai; jungkir balik di atas pasir dan menyinggahi jalan satu ke jalan lain ini harus duduk tenang di kantor saat ini.

Tidak selalu duduk tenang sih. Terkadang dia juga melalang buana ke daerah lain untuk mengurusi kendaraan kantornya, mengajari customernya, menyinggahi kerabat dan sahabatnya atau sekedar melepaskan hasrat bebasnya.

Dia harus duduk menatap layar komputernya untuk menunggu customer mengirimi pesan sembari belajar, mencari info terbaru atau memperhatikan berita yang hangat di kala itu. Biasanya dia berada di lapangan yang kadang panas kadang hujan. Seringkali dia harus mengolesi sunblock ke wajahnya, jika dia rasa perlu. Biar kulit tidak semakin gosong katanya. Sebenarnya dia bukanlah gadis yang terlalu peduli dengan urusan kecantikan, tapi menurutnya sunblock merupakan sebuah maha karya yang membuat kulit tidak terbakar dan akan tetap sehat. Persetan dengan foundation, pensil alis dan sejenisnya. Itulah yang ada dipikirannya.

Namun, kini berbeda. Dia mulai sering memperhatikan kulitnya. Dia mulai berpikir apakah lipstiknya sudah luntur ? Pekerjaan kini yang menuntutnya seperti itu atau karena dia kini dikelilingi dengan hal semacam itu ?

Biasanya dia berdiri di lapangan, tapi kini dia duduk di ruangan ber-Ac. Biasanya dia banyak bicara, kini dia berbicara seadanya. Biasanya dia tidak peduli dengan penampilan, kini dia peduli akan hal itu. Sungguh orang yang terlihat berbeda, tapi banyak hal yang masih sama. Hal ini wajarkah ? Mungkin ini hal yang wajar karena tuntutannya yang berbeda dan usianya yang kian bertambah.

Pertanyaannya : Apakah dia akan nyaman dengan kebiasaan barunya ini ?

Selasa, 12 Maret 2019

Tak Lebih Dari Seorang Gadis Manja

Aku tak lebih dari seorang gadis manja. 24 tahun, dan aku masih saja sendiri. Selain itu, aku masih saja merasa belum puas dengan pekerjaanku. Aku gadis manja. Itu benar. Aku tidak kuat.

Dulu ketika kuliah, mereka mengenalku sebagai gadis yang kuat dan aku bangga atas itu. Ternyata apa ? Aku tidak lebih dari seorang perempuan yang suka mengeluh. Aku tak dapat mengambil keputusan dengan tepat. Aku belum bekerja di tempat yang aku rasa aku akan bekerja di sini sepanjang hidupku. Belum.

Aku begitu naif. Aku begitu cengeng. Hanya karena satu targetku yang tak tepat sasaran, aku menjadi malas dan begitu pasrah. Aku begitu mudah goyah.
Aku begitu tak terkontrol. Diusia ini aku masih saja ingin mencari tempat aku bersenang-senang untuk diriku sendiri. Aku ingin jalan-jalan. Aku ingin melakukan hal-hal yang menantang yang sedangkan aku selalu lupa. Ada orang yang menantiku. Ada orang tua beserta adik yang menilaiku.

Aku begitu naif. Diusia ini adakah aku berpikir akan dengan siapa aku bersanding. Akan dengan siapa aku menyisakan waktu hidupku. Aku masih terbawa suasana tak berpikir.

Kapan aku mulai berubah pola pikirku ? Mungkin baru ini. Saat tulisan ini tercipta secara tidak sengaja. Tercipta di sebuah anak tangga pelataran sebuah mall di kawasan Ibu kota Jakarta.

Senin, 07 Januari 2019

Apa ini ?

Oleh : Annisaturahmi 


Angin kasar
Air rusuh
Ombak jelek
Langit lusuh
Jalan aneh
Gunung usang

Apa ini ?
Apa ?
Ahh...
Ha...Ha...Ha...
Tiada yg mantap
Tak ada bakat
Apa ada yang hebat ?
Cuihhh...

Bagaimana aku
kamu betah
Kalau ini semua
Layaknya hanya tempat pembuangan
Seperti onggokan berak
Yg disekelilingnya lalat-lalat hijau
Yang besar...

Ha...Ha...Ha...
Apa ini ?
Apa ?
Apakah semua begini ?
Dimana rasa peduli itu ?
Ahh...
Dimana ?

Apa ini ?
Haruskah seperti ini ?
Kotor !
Kumuh !
Jelek !
Ahh... Biadab !

Buang !
Tumpuk !
Biarkan !
Begita engkau selalu

Biadab...
Ha...Ha...Ha...
Apa ini ?
-------

PINTA KU

Oleh: Annisaturahmi    Aku anak yang dipanggil spesial  Tetapi kadang kala dianggap tidak spesial    Aku miliki beribu memori  Y...