Kemiskinan
merupakan suatu permasalahan yang tidak kunjung selesai di negeri ini. Mulai
dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis
masalah dan merencanakan program yang menjanjikan. Namun faktanya selama
ini program-program tersebut hanya bersifat aturan yang tertulis diatas
kertas, sedangkan keluh kesah rakyat senantiasa selalu didengar. Contohnya
seperti anak jalanan dan gepeng yang hingga kini masih menuai kontroversi tanpa
ada solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Fenomena
gepeng dan anak yang hidup di jalan saat ini mudah kita temui di
sudut-sudut kota besar seperti kota Pekanbaru. Kedua mata kita tentunya sudah
tidak asing lagi melihat anak-anak yang mengerumuni kendaraan yang berhenti
saat lampu merah menyala atau yang mendatangi kedai-kedai makanan. Aktivitas
yang mereka lakukan yakni bermain musik dengan bermodalkan sebuah gitar atau
botol yang diisi batu kerikil, menjajakan koran, rokok, minuman botol, dan atau
meminta sumbangan. Tiap tahunnya, jumlah anak jalanan atau gepeng selalu
meningkat. Tentunya banyak faktor pendorong untuk terjun dan bergabung menjadi anak jalanan
atau gepeng, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang tentu saja bukan hal
baru di Indonesia.
Anak jalanan
atau yang biasa disebut anjal dan gepeng merupakan suatu keadaan sosial yang
serta merta menduduki angka atau kasus yang menjadi perhatian masyarakat.
Interaksi anjal rentan terhadap perlakuan kekerasan dan eksploitasi anak.
Anak-anak tersebut dipaksa berjuang untuk mempertahankan hidupnya dan hidup
keluarganya. Keadaan ini tentunya membentuk jiwa anjal menjadi semakin keras
dan terkadang selalu timbul kesan jauh dari etika dan norma kehidupan
masyarakat. Anjal tentunya berbeda dengan anak-anak yang hidup dalam asuhan dan
perhatian orang tua. Anjal memiliki hidup yang bebas. Mereka bebas melakukan
apa saja yang mungkin belum patut dilakukan oleh anak-anak seumuran mereka. Dapat
dilihat bahwa umumnya mereka berpakaian lusuh, kumal dengan dandanan yang jauh
dari kesan rapi hingga tato yang menghiasi tubuh mereka. Minuman keras dan
bahan-bahan adiktif sepertinya hal umum yang ditemui oleh mereka.
Anjal biasanya
merupakan dari sebagian anak yang putus sekolah oleh sebab ketiadaan biaya. Hal
inilah yang menyebabkan seakan mereka tidak terdidik. Keadaan inilah yang menyebabkan
sebagian besar kelompok masyarakat mengasingkan mereka. Terkadang masyarakat
pun tidak menganggap mereka bagian dari warga masyarakat. Akibatnya selalu
terjadi penolakan disetiap kehadiran anjal. Padahal seharusnya kita yang
tergolong masyarakat mampu ataupun terdidik tidak perlu bergidik atau
mengasingkan keberadaan mereka. Karena jika semakin dijauhi, maka mereka juga
akan semakin berlaku bebas. Berhadapan dengan mereka tentunya tidak semudah
berhadapan dengan anak-anak yang mengenyam pendidikan. Perlu cara dan kesan
yang berbeda ketika berkomunikasi dengan mereka. Bagi anak-anak ini, tempat tinggal dan latar belakang
keluarga adalah suatu hal yang sangat dijaga kerahasiaannya. Pasalnya, bila
sudah banyak yang mengetahui tempat tinggal, pastilah banyak orang yang akan
berkunjung. “Orang” yang dimaksud di sini bukanlah orang biasa, melainkan
institusi, lembaga pemerintah, hingga LSM, yang sering menjaring anak-anak dan
orang tua mereka agar tak turun ke jalan lagi. Maka dari itu, perlulah trik
yang jitu dalam mendekati mereka.
Permasalahan
anjal tentunya telah diatur dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 34 Ayat 1 yang
berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. UUD
1945 Pasal 34 Ayat 1 tersebut mempunyai makna bahwa gepeng dan anak-anak
jalanan dipelihara atau diberdayakan oleh negara yang dilaksanakan oleh
pemerintah. Tentunya undang-undang tidak sembarangan dibuat. Butuh waktu dalam
merancangnya begitu pula dalam pelaksanaannya.
Sebagai
masyarakat yang terdidik, perlu keringanan hati dan kaki dalam menggerakkan dan
melangkah untuk membantu permasalahan ini. Bila pemerintah dirasa belum optimal
dalam menuntaskan permasalahan anjal, maka kita turut dalam membantu
permasalahan ini. Gerakan yang dapat kita lakukan dapat berupa berani turun
dalam memberikan pendidikan kepada mereka seperti pendidikan agama, literasi, skill dan lainnya. Seperti yang
dideskripsikan di atas bahwasanya kita harus mulai menghentikan pandangan
negatif terhadap mereka. Bila kita terlalu bergidik dan memandang negatif
mereka, maka kapan kita dapat membantu menuntaskan permasalahan ini. Bukannya
mendidik adalah tanggung jawab kaum terdidik ?.
Mari
kita bahu membahu dalam menuntaskan permasalahan anjal dan gepeng di kota
Pekanbaru agar kuantitas mereka berkurang. Kita semua harus mendukung program
pemerintah. Minimal membantu menyadarkan mereka bahwa jalanan bukanlah dunia
mereka. Mereka berhak mengenyam pendidikan dan bermain. Bukannya disiksa atau
dipaksa mencari uang di jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar